Benteng Fort Rotterdam – Di tepi barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan, berdiri sebuah bangunan kokoh yang seolah membisikkan cerita masa lalu. Dikenal sebagai Benteng Fort Rotterdam, bangunan ini bukan hanya saksi bisu kolonialisme, tetapi juga pertemuan dua peradaban: Eropa dan Nusantara slot777 gacor. Dengan bentuk menyerupai penyu yang menghadap laut, benteng ini menyimpan sejarah panjang perjuangan, strategi militer, hingga transformasi budaya.
Dari Benteng Gowa ke Benteng Belanda
Sebelum menjadi Fort Rotterdam, benteng ini dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang, dibangun pada abad ke-17 oleh Kerajaan Gowa-Tallo di bawah pemerintahan Sultan Alauddin situs slot. Benteng ini merupakan simbol pertahanan maritim kerajaan Bugis-Makassar yang kala itu menjadi kekuatan besar di wilayah timur Indonesia.
Namun, semuanya berubah ketika Belanda datang. Setelah Perjanjian Bongaya tahun 1667, Kerajaan Gowa dipaksa menyerahkan benteng ini kepada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). VOC kemudian memperkuat dan mengubah arsitektur benteng bergaya lokal menjadi bentuk benteng gaya Eropa yang dikenal sekarang, lengkap dengan batu-batu bata merah dan menara pengintai bonus new member 100.
Dinamai “Fort Rotterdam” sebagai bentuk penghormatan kepada asal Gubernur Jenderal Belanda saat itu, Cornelis Speelman, yang lahir di kota Rotterdam, Belanda. Sejak saat itu, benteng ini menjadi pusat kekuasaan Belanda di kawasan timur Nusantara.
Pusat Pemerintahan, Penjara, dan Perdagangan
Selama masa kolonial, Fort Rotterdam berfungsi sebagai markas militer dan pusat administrasi VOC di Sulawesi Selatan. Dari benteng inilah, Belanda mengontrol jalur perdagangan rempah-rempah dan lalu lintas laut di kawasan timur Indonesia.
Benteng ini juga pernah menjadi penjara politik, salah satu tahanannya yang terkenal adalah Pangeran Diponegoro, pahlawan nasional dari Jawa. Setelah ditangkap, beliau diasingkan ke Makassar dan ditahan di salah satu bangunan di dalam benteng hingga wafat pada tahun 1855 server jepang gacor. Ruangan tempat Diponegoro dipenjara kini menjadi salah satu situs paling bersejarah yang bisa dikunjungi wisatawan.
Arsitektur yang Memesona
Dari atas, benteng ini berbentuk seperti penyu yang merayap ke laut—simbol kerajaan Gowa yang percaya bahwa penyu adalah hewan tangguh di darat dan laut. Enam bastion (menara pengintai) mengelilingi bangunan, dan dindingnya yang tebal memperlihatkan kekuatan pertahanan zaman dahulu.
Di dalam benteng, pengunjung bisa melihat bangunan bergaya kolonial dengan jendela besar, atap curam, dan balok kayu. Kini, beberapa ruangan difungsikan sebagai Museum La Galigo, yang menyimpan artefak-artefak bersejarah, pakaian adat, alat musik tradisional, hingga manuskrip kuno yang menggambarkan kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan dari masa ke masa.
Benteng yang Hidup Kembali
Hari ini, Fort Rotterdam tak hanya menjadi destinasi wisata sejarah, tetapi juga ruang budaya yang hidup slot qris. Berbagai kegiatan seni dan budaya rutin digelar di pelatarannya, mulai dari pementasan tari tradisional, pertunjukan musik, hingga pameran kerajinan lokal.
Dengan tiket masuk yang terjangkau dan suasana yang memikat, benteng ini menjadi tempat favorit wisatawan yang ingin memahami akar sejarah Makassar dan kejayaan maritim tanah Bugis.
Penutup: Warisan yang Patut Dijaga
Benteng Fort Rotterdam bukan sekadar tumpukan batu tua. Ia adalah penyimpan jejak masa lalu yang mengajarkan tentang perjuangan, keragaman, dan pertemuan budaya slot bonus new member. Mengunjunginya adalah menyusuri lorong waktu, di mana kolonialisme, kebudayaan lokal, dan semangat perlawanan bersatu dalam satu tempat yang kini damai namun penuh makna.